Hama
Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Dalam pertanian,
hama adalah organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyebabkan kerugian dalam pertanian (Wikipedia, 2017). Sebenarnya hama bukan hanya berasal dari hewan, tapi seluruh organisme yang mengganggu kegiatan manusia disebut sebagai hama. Oleh karena itu, sebenarnya kata "Hama" adalah istilah subyektif dari manusia untuk segala organisme yang mengganggu dirinya. Namun, secara umum hama lebih dimaksudkan pada hewan. Terdapat beberapa jenis hama dilihat dari jenisnya, yaitu :
1. Hama vertebrata (memiliki tulang belakang)
Hama vertebrata adalah segala jenis hama yang memiliki tulang belakang. Ukuran tubuh dari hama ini tergolong lebih besar jika dibandingkan dengan hama yang tidak memiliki tulang belakang. Beberapa kelompok hewan termasuk dalam hama vertebrata antara lain mamalia (golongan hewan yang menyusui), aves (golongan burung), reptil (golongan hewan berdarah dingin), hingga pisces (golongan ikan).
2. Hama invertebrata (tidak memiliki tulang belakang)
Hama invertebrata adalah segala jenis hama yang tidak memiliki tulang belakang. Hama invertebrata jauh lebih lebih banyak dibandingkan dari golongan vertebrata. Beberapa kelompok hewan yang termasuk dalam hama invertebrata antara lain nematoda (golongan cacing gilig), molusca (golongan hewan bertubuh lunak), dan yang paling banyak dari insekta (golongan serangga). Sesuai dengan blog ini, maka pembahasan akan difokuskan pada hama yang berasal dari insekta atau serangga.
Serangga sebagai Hama
Sebelum membahas lebih jauh tentang serangga sebagai hama, perlu diketahui mengapa dan kapan serangga dikatakan sebagai hama. Sudah diketahui bahwa insekta atau serangga itu adalah salah satu kelas dalam taksonomi, yang memiliki anggota spesies lebih dari satu juta jenis. Dari seluruh serangga, tidak semua dapat digolongkan sebagai hama. Serangga dapat menjadi hama dikarenakan beberapa hal, seperti :
- Kompetisi antara manusia dan serangga. Kompetisi terjadi karena ada hal sama yang diperebutkan. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan menjadi alasan utama serangga dikategorikan sebagai hama. Sebagai contoh ketika semut sedang mencari makanan untuk keberlangsungan hidupnya dan disuatu tempat mereka menemukan gula. Sedangkan gula tersebut adalah milik manusia yang telah dibeli dari hasil kerjannya. Maka, manusia secara otomatis merasa dirugikan karena semut mengambil gula, sedangkan manusia juga membutuhkan gula tersebut. Dari peristiwa kecil ini, semut bisa di CAP oleh manusia sebagai Hama.
- Perubahan ekosistem. Perubahan ekosistem dapat menyebabkan serangga yang sbelumnya hanya hewan biasa berubah status menjadi hama. Sebagai contoh peristiwa beberapa tahun lalu yaitu terjadi serangan tomcat di perumahan warga yang menyebabkan kulit manusia gatal dan dapat melepuh. Tomcat sebenarnya bukanlah menempati posisi hama dalam pertanian, karena serangga ini berperan sebagai predator yang justru membantu petani mengendalikan serangga yang memakan tanaman. Tapi, dikarenakan kerusakan ekosistem oleh manusia maka tomcat berkeliaran di rumah-rumah warga. Dikarenakan serangga ini membawa bakteri di dalam darahnya, maka ketika merasa terganggu oleh manusia tomcat akan mengeluarkan kemampuannya dalam mempertahankan diri. Bahkan walaupun dia berhasil dibunuh oleh manusia, darah dari tomcat ini juga masih dapat menyebabkan gatal pada kulit. Darah yang dimaksud disini adalah cairan dalam tubuh serangga yang berfungsi mirip darah pada manusia, tapi tidak sama dengan darah manusia. Perubahan ekosistem juga terjadi ketika terjadi alih fungsi lahan yang sebelumnya hutan dirubah menjadi lahan pertanian monokultur (tanaman satu jenis), dan beberapa peristiwa lain.
Sumber gambar: Tomcat
Manusia sebagai organisme yang menempati peringkat tertinggi dalam rantai makanan sudah sepatutnya untuk bijak dalam bersikap. Walaupun serangga sudah dikategorikan hama dengan berbagai alasannya, namun manusia hanya diperbolehkan untuk "mengendalikannya". Mengendalikan berbeda dengan memberantas. Pengendalian ini berdasarkan suatu standar yang biasa disebut nilai ambang ekonomi, atau bahasa mudahnya suatu standar untuk menentukan gangguan serangga dapat merugikan secara ekonomi atau tidak, atau dapat mengganggu aktifitas manusia atau tidak. Jika tidak melebihi batas itu, maka serangga tidak dikategorikan sebagai hama. Pengendalian serangga hama pun juga harus mempertimbangkan dampak ekologi lingkungan. Sebagai contoh, ketika ingin mengendalikan ulat kubis, maka juga harus memperhatikan agar tawon yang menjadi musuh alami ulat tersebut tidak ikut mati. Oleh sebab itu, marilah bijak dalam memposisikan serangga. Mereka juga mahluk seperti kita, yang juga butuh makan dan berkembangbiak.
Selain hama, serangga juga sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
BalasHapus